Senin, 21 Januari 2008

JENDER DALAM PERSPEKTIF ISLAM

KONSEP KESETARAAN JENDER DALAM ISLAM

Al-Quran yang diturunkan Allah melalui Nabi Muhammad, mengharapkan agar seluruh manusia terutama umat manusia terutama kaum pria dimuka bumi ini agar memperlakukan kaum wanita lebih baik dan terhormat sesuai dengan prinsip ajaran kesetaraan pria wanita sebagai makhluk ciptaan tuhan yang mulia. Banyak ayat maupun hadits yang menjelaskan hal ini, antara lain:

“ Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari jenis laki-laki dan perempuan, dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku, supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi maha mengenal.” (QS al-Hujarat 13).

Ayat diatas menjelaskan kedudukan pria dan wanita adalah sederajat. Adanya perbedaan antara pria dan wanita di bidang hukum karena jenis laki-laki itu lebih mulia menurut Allah dan lebih dekat dengan-Nya dari pada jenis wanita.

Kemuliaan seseorang di hadapan tuhan-Nya bukan didasarkan pada jenis kelamin atau etnisnya, melainkan berdasarkan prestasi ibadah muamalah yang dilakukannya. Dalam bahasa agama, disebut sebagai orang-orang yang paling taqwa. Perbedaan tersebut hanya bersifat fungsional saja, sesuai dengan kodratnya masing-masing.

Demikian ayat lainnya yang nenjelaskan kesetaraan antara pria dan wanita, yaitu:

“ Siapa saja yang mengerjakan kebaikan, baik pria maupun wanita dalam keadaan beriman, maka akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan akan kami beri pula balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” ( QS An-Nahl 97 ).

Ayat-ayat diatas menjelaskan pandangan yang positif terhadap kedudukan dan keberadaan wanita yang memilki kedudukan setara ( egaliter ) serta hak dan kewajiban yang sama dengan pria dalam hal berbuat baik dan mendapatkan imbalan baik dan mendapatkan imbalan kebaikan kebaikan dari Allah SWT.

Ayat diatas juga menjelaskan bahwa tidak ada diskriminasi antara pria dan wanita. Dan tidak ada paham the second sex seperti dalam tradisi Barat Kristen atau Yahudi. Juga tidak pengakuan terhadap keistimewaan suku tertentu. Semua suku bangsa dan jenis kelamin mempunyai status dan kedudukan yang sama dalam strata sosial.

Sosok ideal wanita muslim digambarkan sebagai kaum yang memilki kemandirian dalam menentukan pilihan yang benar, sekalipun harus berhadapan dengan suami, seperti ditegaskan Allah dalam firmannya-Nya:

“ Dan Allah membuat istri Fir’aun perumpamaan bagi orang-orang yang beriman, ketika ia berkata, Ya Tuhanku bangunkan untukku sebuah rumah di sisimu dalam surga dan selamatkanlah aku dari Fir’aun dan perbuatannya dan selamatkanlah aku dari kaum yang zalim.” ( QS al-Tahrim 11 ).

Gambaran yang menempatkan wanita sangat mulia di dalam al-Quran, tidak terdapat dalam kitab-kitab suci sebelumnya. Karena adanya peluang wanita untuk mengembangkan diri, sama dengan kaum pria, maka pada zaman keemasan Islam, banyak ditemukan wanita-wanita yang memilki kecerdasan dan kelebihan yang setara, bahkan melebihi kaum pria.

Wanita dari komunitas agama lain, seharusnya berterima kasih kepada umat islam karena secara teologis, islam telah membawa ajaran yang memuliakan harkat dan martabat kaum wanita, sehingga kaum wanita bisa bangkit untuk memajukan dirinya setara dengan kemajuan yang telah dicapai oleh kaum pria. Adanya perebedaan antara pria dan wanita didalam bidang hukum bukan karena jenis laki-laki itu lebih mulia dari pada jenis wanita. Karena kemuliaan seseorang dihadapan Tuhannya lebih didasarkan kepada prestasi ibadah dan mu’amalah sesuai dengan kodrat masing-masing.

Dalam masalah persaksian, wanita dibolehkan menjadi saksi sama seperti pria, namun kesaksian itu masih dua berbanding satu, yaitu kesaksian dua orang wanita sama dengan kesaksian seorang pria, seperti dijelaskan Allah dalam firmanNya:


“Dan persaksikanlah dua orang saksi dari orang laki-laki diantara kamu, jika tidak ada dua orang laki-laki, maka (boleh) seorang laki-laki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhoi, supaya jika seorang lupa maka seorang lagi mengingatkannya, janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil” (Al-Baqarah: 282).


Paradigma liberal (baca: barat) terhadap sosok perempuan cukup menyedihkan. Orang Yunani memandang perempuan sebagai penyebab lahirnya perbuatan setan. Bahkan dianggap sebagai barang komoditi yang bisa diperjualbelikan. Selaras dengan itu, menurut Socrates (Filsuf Yunani kuno kebanggaan peradaban barat) didalam Plato's Republic yang dikutip oleh Allan Bloom dalam bukunya The Closing American Mind menyatakan, peran perempuan sebagai Ibu dan identitas keluarga haruslah dikorbankan agar tercapai kesetaraan dan keadilan gender antara pria dan wanita.

Ironisnya, paradigma keliru yang membahayakan kaum perempuan ini justru masih diadopsi oleh para pejuang hak-hak perempuan khususnya dari kalangan feminis. Karena itu, proses pengikisan paradigma liberal tentang pendidikan dan perempuan sepatutnya terus digiatkan. Selanjutnya benak pemikiran perempuan dan umat manusia perlu dibenahi dengan paradigma yang bersumberkan dari nilai-nilai luhur syariah. Di dalam konsepsi syariah telah termaktub bahwa prosesi pendidikan bertujuan utama untuk membentuk kepribadian yang khas (syakhsiyah mutamayyiz). Kepribadian yang khas ini merupakan sinergi yang solid antara pola pikir dan pola sikap yang bersumberkan dari konsepsi dasar yang sama.

Prosesi pembentukan karakter atau kepribadian yang khas ini tentu saja dilandasi oleh sinergi ketiga kecerdasan (IQ, EQ & SQ) juga disinergikan dengan kecerdasan ideologis (Mabda Quotient). Disisi lain proses sinergi keempat kecerdasan ini dibutuhkan dukungan yang kuat dari lingkungan keluarga. Peran keluarga ini akan berhasil dengan optimal jika paradigma tentang perempuan direposisi selaras dengan kodrat dan fitrah manusia. Perempuan secara kodrati adalah sosok yang diberikan anugerah Sang Khalik untuk melahirkan generasi insani. Status sebagai ibu merupakan kehormatan sekaligus amanah yang selayaknya untuk diutamakan. Pengabaian terhadap peran penting ibu sebagai pendidik pertama dan utama akan berdampak pada kegagalan proses pendidikan untuk mencetak generasi yang cerdas dan bertakwa.
Namun, reposisi peran perempuan sebagai sosok ibu dan pengatur rumah tangga di ranah domestik bukan bermaksud untuk menihilkan peran perempuan di ranah publik. Perempuan atau kaum ibu tetap saja berkesempatan luas untuk berkontribusi dalam kancah kehidupan publik, hanya saja kontribusi ini tidak boleh mengabaikan peran strategisnya sebagai pendidik pertama dan utama dilingkungan keluarga. Sinergi paradigma pendidikan yang bebas aroma materialistik dan liberalistik serta didukung dengan reposisi peran perempuan dengan kedudukan yang terhormat sebagai 'guru besar' di ranah domestik merupakan manifestasi atau penampakan cinta yang tulus kepada generasi.

Kecintaan terhadap masa depan generasi bangsa ini sepantasnya diakumulasi dalam bentuk gerakan moral dan dakwah yang berkesinambungan. Tentu saja bangsa ini akan kehilangan sosok pemimpin yang ideal dan tetap akan berkutat dalam krisis multidimensi jika generasi penerusnya mengabaikan edukasi yang berorientasi pada pembentukan kepribadian dan melupakan pendidikan yang dikemudikan oleh kaum ibu yang bernuansa cinta. Walhasil, diperlukan evaluasi secara berjamaah, apakah kita sudah mendidik generasi anak negeri ini dengan cinta atau justru berorientasi harta dan tahta?

Referensi:

· Indra, Hasbi, Potret wanita shalehah, pena madani Jakarta, 2005

· www. Waspada ONLINE.

Minggu, 04 November 2007

tugas enam syarat-syarat evaluator

  1. Mampu melaksanakan, persyaratan pertaman yang harus dipenuhi oleh evaluator adalah bahwa mereka harus memiliki kemampuan untuk melaksanakan evaluasi yang didukung oleh teori dan keterampilan praktik.
  2. Cermat, dapat melihat celah-celah dan detail dari program serta bagian program yang akan dievaluasi.
  3. Objektif, tidak mudah dipengaruhi oleh keinginan pribadi agar dapat mengumpulkan data sesuai dengan keadaannya.
  4. Sabar dan Tekun, agar di dalam melaksanakan tugas dimulai dari membuat rancangan kegiatan dalam bentuk menyusun proposal, menyusun instrumen mengumpulkan data dan menyusun laporan, tidak gegabah dan tergesa-gesa.
  5. Hati-hati dan Bertanggung jawab, yaitu melaksanakan pekerjaan evaluasi dengan penuh pertimbangan, namun apabila masih ada kekeliruan yang diperbuat, berani menanggung resiko atas segala kesalahannya.

Evaluator Dalam (Internal Evaluator)
adalah petugas evaluasi program yang sekaligus merupakan salah seorang dari petugas atau anggota pelaksana program yang dievaluasi. Adapun kelebihan dan kekurangan dari evaluator Dalam yaitu:
Kelebihan:

  1. evaluator memahami betul program yang akan dievaluasi sehingga kekhawatiran untuk tidak atau kurang tepatnya sasaran tidak perlu ada. Dengan kata lain, evaluasi tepat pada sasaran.
  2. Karena evaluator adalah orang dalam, pengambilan keputusan tidak perlu banyak mengeluarkan dana untuk membayar petugas evaluasi.

Kekurangan:

  1. Adanya unsur subjektivitas dari evaluator, sehingga berusaha menyampaikan aspek positif dari program yang dievaluasi dan menginginkan agar kebijakan tersebut dapat diimplementasikan dengan baik pula. Dengan kata lain, evaluator internal dapat dikhawatirkan akan bertindak subjektif.
  2. Karena sudah memahami seluk-beluk program jika evaluator yang ditunjuk kurang sabar, kegiatan evaluasi akan dilaksanakan dengan tergesa-gesa sehingga kurang cermat.

Evaluator Luar (Eksternal Evaluator)
adalah orang-orang yagn tidak terkait dengan kebijakan dan implementasi program. mereka berada di luar dan diminta oleh pengambil keputusan untuk mengevaluasi keberhasilan program atau keterlaksanaan kebijakan yang sudah diputuskan. Melihat bahwa status mereka berada di luar program dan dapat bertindak bebas sesuai dengan keinginan mereka sendiri maka tim evaluator Luar ini biasa dikenal dengan nama tim bebas atau independent team.

kelebihan:

  1. Karena tidak berkepentingan atas keberhasilan program, maka evaluator luar dapat bertindak secara objetif selama melaksanakan evaluasi dan mengambil keputusan. Adapun hasil evaluasi tidak akan ada respons emosional dari evaluator karena tidak ada keinginan untuk memperlihatkan bahwa program tersebut berhasil. Kesimpulan yang dibuat akan llebih sesuai dengan keadaan dan kenyataan
  2. Seorang ahli yang dibayar, biasanya akan mempertahankan kredibilitas kemampuannya. Dengan begitu evaluator akan bekerja secara serius dan hati-hati.

Kekurangan:

  1. Evaluator Luar adalah orang baru, yang sebelumnya tidak mengenal kebijakan tentang program yang akan dievaluasi. Mereka berusaha mengenal dan mempelajari seluk-beluk program tersebut setelah mendapat permintaan untuk evaluasi.
  2. Pemborosan, pengambil keputusan harus mengeluarkan dana yang cukup banyak untuk membayar evaluator bebas.

Perbedaan menonjol antara evaluator luar dengan evaluator dalam adalah adanya satu langkah penting sebelum mereka mulai melaksanakan tugas. Oleh karena evaluator luar adalah pihak asing yang tidak tahu dan tidak berkepentingan dengan program yang diasumsikan belum memahami seluk-beluk program maka terlebih dahulu tim tersebut perlu mempelajari program yang akan dievaluasi .


Senin, 22 Oktober 2007

RESENSI BUKU

RESENSI BUKU

JUDUL BUKU : DASAR-DASAR EVALUASI PENDIDIKAN

PENGARANG : Prof. Dr.Suharsimi Arikunto

PENERBIT : Bumi Aksara

TEBAL HALAMAN : 308

Yang dibahas dalam buku ini yang terutama adalah evaluasi pendidikan dalam institusi pendidikan, tetapi mengkhususkan evaluasi hasil belajar. Penulisan buku ini bertujuan untuk membantu memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada calon guru maupun para guru yang sudah bertugas, agar ada pegangan dalam bekerja. Buku ini dapat memberikan bimbingan sesuai dengan tugas yang diemban oleh guru, yakni mengajar, mendidik, dan didalamnya termasuk melakukan penilaian. Dalam hal ini tolok ukur pendidikan dapat diketahui dengan adanya evaluasi. Evaluasi pendidikan sering diartikan sebagai pengukuran atau penilaian hasil belajar-mengajar, padahal diantara keduanya punya arti yang berbeda meskipun saling berhubungan. Mengukur adalah membandingkan sesuatu dengan satu ukuran (kuantitatif), sedangkan menilai berarti mengambil suatu keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran baik buruk (kualitatif).

Dalam buku ini terdapat beberapa persyaratan tes yaitu:

Ø Validitas : kesahihan atau ketepatan

Ø Reabilitas : tidak berubah-ubah atau ketetapan

Ø Objektivitas : tidak adanya unsure pribadi yang mempengaruhi

Ø Praktikabilitas : bersifat praktis ( yaitu mudah dilaksanakan, mudah pemeriksaannya, dilengkapi dengan petunjuk-petunjuk yang jelas)

Ø Ekonomis : tidak membutuhkan ongkos atau biaya yang mahal, tenaga yang banyak, dan waktu yang lama.

Kelebihan:

Buku ini dapat membantu para guru atau calon guru dalam proses belajar mengajar dan mengetahui hasil akhir yang dicapai dari kegiatan pembelajaran. Dengan demikian, target atau tujuan pembelajaran akan tercapai.

Kelemahan:

Dalam buku ini contoh-contohnya belum dapat dipahami oleh pembacanya, karena terlalu banyak kata-kata yang sulit, dan tidak memberitahu cara-cara mengerjakan setiap soal.

Saran:

Agar lebih mudah dipahami oleh setiap pembacanya, perlu di revisi kembali dan mengganti atau menambahkannya dengan contoh-contoh yang lebih mudah lagi, supaya buku ini dapat dijadikan pedoman atau pegangan bagi para guru dan calon guru.

Senin, 01 Oktober 2007

tugas keempat jenis-jenis validitas

Validitas
Validitas atau kesahihan menunjukan pada kemampuan suatu instrumen (alat pengukur) mengukur apa yang harus diukur (…. a valid measure if it succesfully measure the phenomenon), seseorang yang ingin mengukur tinggi harus memakai meteran, mengukur berat dengan timbangan, meteran, timbangan merupakan alat ukur yang valid dalah kasus tersebut. Dalam suatu penelitian yang melibatkan variabel/konsep yang tidak bisa diukur secara langsung, maslah validitas menjadi tidak sederhana, di dalamnya juga menyangkut penjabaran konsep dari tingkat teoritis sampai tingkat empiris (indikator), namun bagaimanapun tidak sederhananya suatu instrumen penelitian harus valid agar hasilnya dapat dipercaya.
Mengingat pentingnya masalah validitas. Maka tidak mengherankan apabila Para Pakar telah banyak berupaya untuk mengkaji masalah validitas serta membagi validitas ke dalam beberapa jenis, terdapat perbedaan pengelompokan jenis-jenis validitas, Elazar Pedhazur menyatakan bahwa validitas yang umum dipakai tripartite classification yakni Content, Criterion dan Construct, sementara Kenneth Bailey mengelompokan tiga jenis utama validitas yaitu : Face validity, Criterion Validity, dan construct validity, dengan catatan face validity cenderung dianggap sama dengan content validity. Berikut ini akan dikemukakan beberapa jenis validitas yaitu :
Validitas Rupa (Face validity). Adalah validitas yang menunjukan apakah alat pengukur/instrumen penelitian dari segi rupanya nampak mengukur apa yang ingin diukur, validitas ini lebih mengacu pada bentuk dan penampilan instrumen. Menurut Djamaludin Ancok validitas rupa amat penting dalam pengukuran kemampuan individu seperti pengukuran kejujuran, kecerdasan, bakat dan keterampilan.
Validitas isi (Content Validity). Valditas isi berkaitan dengan kemampuan suatu instrumen mengukur isi (konsep) yang harus diukur. Ini berarti bahwa suatu alat ukur mampu mengungkap isi suatu konsep atau variabel yang hendak diukur. Misalnya test bidang studi IPS, harus mampu mengungkap isi bidang studi tersebut, pengukuran motivasi harus mampu mengukur seluruh aspek yang berkaitan dengan konsep motivasi, dan demikian juga untuk hal-hal lainnya. Menurut Kenneth Hopkin penentuan validitas isi terutama berkaitan dengan proses analisis logis, dengan dasar ini Dia berpendapat bahwa validitas isi berbeda dengan validitas rupa yang kurang menggunakan analisis logis yang sistematis, lebih lanjut dia menyatakan bahwa sebuah instrumen yang punya validitas isi biasanya juga mempunyai validitas rupa, sedang keadaan sebaliknya belum tentu benar.
Validitas kriteria (Criterion validity). Adalah validasi suatu instrumen dengan membandingkannya dengan instrumen-pengukuran lainnya yang sudah valid dan reliabel dengan cara mengkorelasikannya, bila korelasinya signifikan maka instrumen tersebut mempunyai validitas kriteria. Terdapat dua bentuk Validitas kriteria yaitu : Validitas konkuren (Concurrent validity), Validitas ramalan (Predictive validity). Validitas konkuren adalah kemampuan suatu instrumen pengukuran untuk mengukur gejala tertentu pada saat sekarang kemudian dibandingkan dengan instrumen pengukuran lain untuk konstruk yang sama. Validitas ramalan adalah kemampuan suatu instrumen pengukuran memprediksi secara tepat dengan apa yang akan terjadi di masa datang. Contohnya apakah test masuk sekolah mempunyai validitas ramalan atau tidak ditentukan oleh kenyataan apakah terdapat korelasi yang signifikan antara hasil test masuk dengan prestasi belajar sesudah menjadi siswa, bila ada, berarti test tersebut mempunyai validitas ramalan.
Validitas konstruk (Construct Validity). Konstruk adalah kerangka dari suatu konsep, validitas konstruk adalah validitas yang berkaitan dengan kesanggupan suatu alat ukur dalam mengukur pengertian suatu konsep yang diukurnya. Menurut Jack R. Fraenkel validasi konstruk (penentuan validitas konstruk) merupakan yang terluas cakupannya dibanding dengan validasi lainnya, karena melibatkan banyak prosedur termasuk validasi isi dan validasi kriteria.
Lebih jauh Jack R. FraenkelI meneyatakan bahwa untuk mendapatkan validitas konstruk ada tiga langkah di dalamnya yaitu :
1. Variabel yang akan diukur harus didefinisikan dengan jelas
2. Hipotesis, yang mengacu pada teori yang mendasari variabel penelitian harus dapat membedakan orang dengan tingkat gradasi yang berbeda pada situasi tertentu
3. Hipotesis tersebut diuji secara logis dan empiris.
Dalam upaya memperoleh validitas konstruk, maka seorang peneliti perlu mencari apa saja yang menjadi suatu kerangka konsep agar dapat menyusun tolok ukur operasional konsep tersebut. Pencarian kerangka konsep menurut Djamaludin Ancok dapat ditempuh beberapa cara :
1. Mencari definisi-definisi konsep yang dikemukakan oleh para akhli yang tertulis dalam buku-buku literatur.
2. Mendefinisikan sendiri konsep yang akan diukur, jika tidak diperoleh dalam buku-buku literatur
3. Menanyakan definisi konsep yang akan diukur kepada calon responden atau orang-orang yang memiliki karakteristik yang sama dengan responden.
Mengingat pentingnya pendefinisian suatu konsep yang ingin diukur, maka seorang peneliti perlu mencermatinya, sebab definisi suatu konsep perlu dikembangkan dari mulai definisi teoritis, definisi empiris, sampai definisi operasional (dapat dipadankan dengan konsep teori, konsep empiris, konsep analitis/operasional, atau dengan konsep, dimensi, dan indikator) pemahaman definisi tersebut dapat dijadikan awal yang strategis untuk penjabaran konsep sampai diperoleh indikator, untuk kemudian disusun item-item yang diperlukan untuk sebuah instrumen penelitian.
Sementara itu Elazar J. Pedhazur mengemukakan tiga pendekatan dalam Validasi konstruk yaitu : 1). Logical analysis; 2). Internal structure analysis; 3). Cross-structure analysis. Analisis logis dalam konteks validasi konstruk dimaksudkan untuk membentuk hipotesis pembanding sebagai alternatif penjelasan berkaitan dengan konstruk/konsep yang akan diukur, hubungan antar konsep dan yang sejenisnya. Dalam pendekatan ini langkah yang diperlukan adalah pendefinisian konstruk/konsep, penentuan kesesuaian isi item dengan indikator, serta penentuan prosedur pengukuran.
Analisis struktur internal merupakan pendekatan kedua dalam validasi konstruk, analisis ini berkaitan dengan validitas indikator dari suatu konsep/konstruk, artinya indikator-indikator yang digunakan bersifat homogin (dalam tingkatan minimum) serta mengukur konsep yang sama (terdapatnya kesesuaian antara indikator-indikator dengan konsepnya).Sementara itu analisis struktur silang berkaitan dengan pengkajian analisis internal dari masing-masing konsep terhubung (yang unobservable) yang dihubungkan pada tataran empiris.

Selasa, 25 September 2007

tugas 3 format rapot

Nama Madrasah : Mts Safinatul Husna Kelas : VII

Alamat : Jl.Kemuning Raya No 38 Semester : 1 (satu)

Nama Siswa : Milania Setyawati Tahun Pelajaran : 2006/2007

Nomor Induk : 05077-543

A.

Mata Pelajaran

Aspek Penilaian

Nilai

Catatan Guru

Angka

Huruf

1.

Pendidikan Agama Islam

a. Al-Qur’an dan Hadits

Penguasaan Ilmu/Pengetahuan

85

Delapan lima

Kompetensi tercapai

Penerapan / Pengamalan

85

Delapan lima

b. Akidah dan Akhlak

Penguasaan Ilmu / Pengetahuan

80

Delapan nol

Kompetensi tercapai

Penerapan Ilmu / Pengetahuan

85

Delapan lima

c. Fiqih

Penguasaan Ilmu / Pengetahuan

85

Delapan lima

Kompetensi tercapai

Penerapan / Pengamalan

80

Delapan nol

d. SKI

Penguasaan Konsep dan nilai-nilai

70

Tujuh nol

Kinerja Ilmiah

2.

Bahasa dan Sastra Indonesia

Mendengarkan

80

Delapan nol

Kompetensi tercapai

Berbicara

70

Tujuh nol

Membaca

85

Delapan lima

Menulis

70

Tujuh nol

Apresiasi Sastra

3.

Bahasa Arab

Mendengarkan

70

Tujuh nol

Kompetensi tercapai

Berbicara

80

Delapan nol

Membaca

75

Tujuh lima

Menulis

80

Delapan nol

4.

Bahasa Inggris

Mendengarkan

70

Tujuh nol

Kompetensi tercapai

Berbicara

80

Delapan nol

Membaca

70

Tujuh nol

Menulis

80

Delapan nol

5.

Matematika

Pemahaman dan Konsep

75

Tujuh lima

Kompetensi tercapai

Penalaran dan Komunikasi

70

Tujuh nol

Pemecahan Masalah

70

Tujuh nol

6.

Ilmu Pengetahuan Alam

Pemahaman dan Penerapan Konsep

80

Delapan nol

Kompetensi tercapai

Kinerja Ilmiah

70

Tujuh nol

7.

Ilmu Pengetahuan Sosial

Penguasaan Konsep dan nilai-nilai

80

Delapan nol

Kompetensi tercapai

Penerapan

70

Tujuh nol

8.

Pendidikan Kewarganegaraan

Penguasaan Konsep dan nilai-nilai

75

Tujuh lima

Kompetensi tercapai

Penerapan

9.

Seni Budaya

Apresiasi

70

Tujuh nol

Kompetensi tercapai

Kreasi

60

Enam nol

10.

Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan

Permainan dan Olahraga

63

Enam tiga

Kompetensi tercapai

Aktivitas Pengembangan

60

Enam nol

Uji diri / Senam

72

Tujuh dua

Aktivitas Ritmik

76

Tujuh enam

Pilihan ……………………………

67

Enam tujuh

11.

Keterampilan/ Teknologi Informasi dan Komunikasi

Etika Pemanfaatan

60

Enam nol

Kompetensi tercapai

Pengolahan dan Pemanfaatan Informasi

60

Enam nol

Penugasan Proyek

60

Enam nol

B.

Muatan Lokal

a. BTQ

Kompetensi tercapai kecuali penerapan

Penguasaan Ilmu

60

Enam nol

Penerapan

55

Lima lima

Jumlah Nilai

2345

Rata-rata

79,23

Peringkat Kelas ke :

Nama Madrasah : Mts. Safinatul Husna Kelas : VII

Alamat : Jl. Kemuning Raya No.38 Semester ke : 1 (satu)

Nama Siswa : Milania Setyawati Tahun Pelajaran : 2006/2007

Nomor Induk : ………………………………

Kegiatan Ekstrakurikuler

No.

Jenis Kegiatan

Nilai

Keterangan

1.

Pramuka

B

2.

…………………………

3.

…………………………

PERILAKU

…………………………………………………………………………………………………………………………………………..

…………………………………………………………………………………………………………………………………………..

…………………………………………………………………………………………………………………………………………..

…………………………………………………………………………………………………………………………………………..

…………………………………………………………………………………………………………………………………………..

…………………………………………………………………………………………………………………………………………..

KEGIATAN BELAJAR PEMBIASAAN

…………………………………………………………………………………………………………………………………………..

…………………………………………………………………………………………………………………………………………..

…………………………………………………………………………………………………………………………………………..

…………………………………………………………………………………………………………………………………………..

…………………………………………………………………………………………………………………………………………..

…………………………………………………………………………………………………………………………………………..

KETIDAKHADIRAN / ABSENSI

Nomor

Alasan

Hari

1

Sakit

2

Izin

3

Tanpa Keterangan

Diberikan di : Jakarta Barat

Mengetahui Tanggal : 30 Desember 2006

Orang Tua / Wali Wali Kelas

( ……………………………….. ) ( Syamsuri S.Ag )